Cinta akan kehormatan membuat kita gelisah, letih lesu. Itulah yang membuat kehidupan orang yang selalu berjuang demi kehormatan itu menjadi begitu menyedihkan.
Ia selalu kuatir kalau-kalau ia tidak akan dipandang atau diperhatikan, kalau-kalau ia gagal membuat hal yang mengesankan, gagal meraih keberhasilan dan di atas segalanya gagal maju. Kegelisahan yang sedikit banyak ia sadari itu memenuhi jiwanya sepanjang waktu.
Orang yang memiliki keberanian untuk direndahkan dan tidak diperhatikan, bebas dari kekuatiran yang menggerogoti tersebut. Ia benar-benar mengalami ketenangan yang telah Yesus janjikan bagi orang yang lemah lembut. Ia menemukan ketenangan di dalam kenyataan bahwa orang tidak menganggap dia lebih tinggi dari apa adanya.
Biasanya orang memang suka salah anggap. Ia menyadarinya karena ia telah memiliki keberanian untuk memandang dirinya di bawah terang yang benar. Ia sering merasa sedih bila menyadari bahwa orang telah menaksir dia lebih tinggi sehingga mau berharap lebih dari dari dia.
Karena itu, ia akan mengalami ketenangan dan sukacita yang luar biasa bila orang tidak menganggap dia lebih dari apa adanya, dan dengan demikian ia juga boleh segera menyadari akan kenyataan bahwa ia memiliki kesanggupan yang lebih dari apa yang diduga orang.
Ia mengalami kebenaran ucapan Yesus bahwa orang yang lemah lembut akan diberkati. Berlawanan dengan kebiasaan, ia justru mengalami sukacita dalam membiarkan dirinya direndahkan orang lain.
Yang menjadi sumber sukacita bagi dia adalah persekutuannya dengan Tuhan. Ia tidak pernah merasakan begitu menyatu dengan Tuhan seperti ketika ia sedang mengalami kehinaan. Ia mengangkat salibnya yang kecil dan berjalan mengikuti jejak Tuhan Yesus dengan senang hati, aman dan penuh sukacita, sambil merasakan bahwa salibnya telah menyatu dengan Kristus, dan bahwa memikul salib memberi sukacita dan kekuatan dalam kehidupan Kristen, yang sebelumnya tidak dikenalnya dalam menanggung beban hidup sehari-hari.
Pada saat yang sama, membawa segala sesuatu ke bawah penilaian Allah adalah satu sukacita bagi dia. Bila orang lain salah paham terhadap dia dan mengabaikan dia, ia akan kembali menghadap Allah. Dan apabila ia telah menempatkan dirinya serta semua maksud hatinya di hadapan Allah, ia akan mengalami suatu perasaan aman yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, teristimewa dalam waktu di mana perhatian dan kebaikan hati orang terhadapnya hampir saja menghalangi dia untuk mendapatkan perkenanan Allah di dalam segala hal.
(dari buku "Di Bawah Naungan Sayap-Nya" [Jakarta: Gunung Mulia])
Comments
Post a Comment